الثلاثاء، 8 يناير 2013

GURU YANG KREATIF

Menciptakan guru cerdas, kreatif dan inovatif
Untuk menjadi seorang  guru  yang  cerdas, kreatif dan inovatif  dalam pembelajaran seseorang harus melalui berbagai hal;

1.Pendidikan. Pendidikan guru punya pengaruh besar dalam membentuk kualitas  di atas. Pendidikan formal telah ditetapkan bahwa  kualifikasi pendidikan minimal S1, tetapi seorang guru jangan hanya membatasi diri pada pendidikan formal saja. Apabila seorang guru membatasi dirinya dan sudah puas dengan pendidikan formal saja, maka kualitas guru tersebut tidak berkembang, dan akan disangsikan dapatkah  dia menjadi guru yang cerdas, kreatif dan inovatif. Karena  itu sang guru harus punya perinsip no limits to study: tidak ada limit  dalam menuntut ilmu. Prinsip inilah yang disebut dengan pendidikan sepanjang hayat. Untuk itu dia harus memperbanyak mengikuti pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal itu akan diperoleh di masyarakat. Lewat seminar-seminar, penataran, ceramah ilmiah, membaca, penulisan dan berbagai kegiatan ilmiah lainnya. Kegiatan ilmiah itu hendaklanya lahir dari nurani  dimotivasi untuk menambah ilmu, bukan karena untuk mendapat sertifikat. Kalau motifnya sekedar untuk  mendapat sertifikat dikhawatirkan tidak akan bermanfaat banayak bagi guru. Sertifikat, yes, ilmu juga yes.

2.Memiliki beberapa prinsip profesionalitas yang tertera pada pasal 7 UU RI tentang Guru dan Dosen  seperti : a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia; c.memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan tugas; d.Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan  bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. f.memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g.memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesional serta secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h.memiliki jaminan perlindungan  hukum dalam melaksanakan tugas tugas keprofesionalan, dan; i. memiliki organisasi professi yang mempunyai kewengan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

3.Mendidik dengan hati nurani. Seorang guru yang berkompeten tidak hanya memiliki kompetensi yang dicantumkan dalam UU tentang Guru dan Dosen. Tetapi ada hal yang terkadang sulit diungkapkan, yaitu soal hati nurani.  Hati nurani tidak bisa diukur secara transparan seperti mengukur kecerdasan, kreatiatifitas dan inovatif. Hati nurani adalah modal dasar yang luar biasa dalam menggerakkan aktivitas sesorang. Permasalahan pendidikan kita juga agaknya jangan kita abaikan untuk melihat dari sudut ini, guru yang bekerja sungguh-sungguh bertolak dari hati nuraninya. Kiyai-kiyai tempo dulu di pesantren  dengan pendidikan seadanya saja dapat melahirkan ulama, apa sebab demikian? Apakah karena beliau seorang profesionalisme sejati dan memiliki empat kompetensi dasar tersebut? Jawabannya belum tentu, sebab dipandang dari sudut pendidikan yang diterimanya masih terbatas, mungkin tidak seperti guru-guru sekarang yang telah memilki kualifikasi S1 dan tersertifikasi pula. Kalau begitu  apa modal dasar mereka, tentu jawabnya hati nurani. Bekerja berdasarkan hati nurani akan melahirkan cinta.

Apabila diperhatikan orang bekerja  dapat diklasifikasikan empat tingkatan :
pertama, bekerja karena terpaksa, seseorang bekerja  pada tataran ini tentu bekerja dengan penderitaan batin, sebab apa yang dia kerjakan bukan karena keinginanya dan kemauannya. Kedua, bekerja karena panggilan tugas. Pada tataran ini seseorang melakukan pekerjaan  karena tugas yang diembannya. Dia hadir karena ingin membuktikan bahwa dia telah melaksanakan kewajibannya.

Ketiga, bekerja karena amanah. Pada peringkat ini amanahlah yang menggerakkannya untuk bekerja. Amanah ini lebih tinggi posisinya dari sekedar melaksanakan tugas, karena amanah telah mencakup tentang pertanggungjawaban. Sebuah pekerjaan yang dikerjakan berdasarkan amanah maka terselip pula di sana rasa tanggung jawab.

Keempat, bekerja karena panggilan jiwa, karena cinta. Pada peringkat ini seorang bekerja dengan hati nuraninya yang terdalam.Dia tidak memikirkan imbalan materi. Cintalah yang mendorong dia bekerja. Cinta seperti digambarkan  Rabiah Adawiyyah  seorang sufi wanita terkenal adalah suatu yang  mengatasi segala-galanya. Begitu jugalah seorang guru  apabila dia bertolak atas dasar cinta maka semua rintangan akan terhindar dan tidak ada yang menghalanginya untuk mencapai apa yang ditujunya.

Mungkin bisa menjadi inspirasi kita sosok ibu Muslimah, bu guru dalam novel dan film Laskar Pelangi. Bagaimana Andrea (Hirata ) penulis novel tersebut, menampilkan sosok ibu Muslimah  sosok guru yang menginspirasi anak-anak muridnya dalam Laskar Pelangi. Nama ibu Muslimah melejit dan memperoleh banyak sekali penghargaan yang diterimanya. Penghargaan dari Presiden RI, Mendiknas, Aisiyah, universitas dan lain-lain

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق